Kriteria Aliran Sesat
Moh Ma’ruf Khozin
Majlis Ulama Indonesia (MUI) dalam
Rapat Kerja Nasional tahun 2007 di Jakarta telah memutuskan kriteria-kiteria
aliran sesat, hal ini sebagai respon atas maraknya aliran-aliran baru dalam
Islam dan diprediksi akan terus bermunculan, sehingga fatwa tersebut dapat
dijadikan acuan bagi umat Islam untuk menghindari aliran menyimpang
tersebut.
MUI terlebih dahulu mendefinisikan
pengertian 'Sesat' (dlalal), bahwa yang dimaksud 'Sesat' adalah: "Melakukan penyimpangan dari ajaran yang bersifat qath’i (pasti)
dengan disertai keyakinan".
Sementara ketika melakukan sebuah pelanggaran
atas ketentuan (meninggalkan
perintah/melaksanakan larangan) tanpa diikuti dengan keyakinan, disebut maksiat bukan 'Sesat'.
10 Kriteria Aliran Sesat
1. Mengingkari salah satu rukun Iman/Rukun Islam
1. Mengingkari salah satu rukun Iman/Rukun Islam
Sebagaimana firman Allah yang
artinya: "Bukanlah menghadapkan
wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa" (QS Al-Baqarah : 177)
Juga berdasarkan Hadits-Hadits Rasulullah tentang Iman dan
Islam yang diriwayatkan dalam hadis-hadis sahih.
2. Meyakini aqidah atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dalil syar’i
2. Meyakini aqidah atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dalil syar’i
Sebagaimana firman Allah yang
artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”. (Q.S. Al-Hasyr: 7)
Juga sabda Rasulullah Saw: "Man
'amila 'amalan laisa 'alaihi amruna fa huwa raddun", artinya: “Barang siapa
mengerjakan perbuatan (dalam agama) yang tidak ada di dalamnya perintahku, maka tertolak”
seperti
ritual-ritual penyembahan untuk jin dan syetan. Sementara yang terkait masalah furu'iyah
(tatacara beribadah) yang tidak menyimpang dari dalil-dalil agama, tidak
termasuk dalam kategori sesat, tapi ranah ijtihadiyah.
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur’an
Sebagaimana firman Allah yang
artinya: "Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."
(QS Al-Ma’idah: 3). Seperti Ahmadiyah yang meyakini kitab
'Tadzkirah' sebagai kitab wahyu bagi mereka
4. Mengingkari otentisitas/kebenaran wahyu
4. Mengingkari otentisitas/kebenaran wahyu
Sebagaimana firman Allah yang
artinya: "Kitab (Al Qur'an) ini
tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa" (QS. Al-Baqarah: 2)
Dan
firman Allah yang artinya:"Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya" (QS. Al-Hijr: 9)
5. Melakukan Penafsiran Al-Qur’an tidak berdasarkan kaidah ilmu tafsir
5. Melakukan Penafsiran Al-Qur’an tidak berdasarkan kaidah ilmu tafsir
Sebagaimana
sabda Nabi Muhammad Saw: "Man qala fil Qur'an bi Ro'yihi fal watabawwa'
maq'adahu finnari", artinya: “Barang siapa berbicara tentang
al-Qur’an hanya berdasarkan nalar (pendapat) nya saja maka hendaklah dia mempersiapkan kedudukannya
di neraka” HR al-Turmidzi (No. 2875)
Hal
ini menegaskan bahwa tidak semua orang berhak menafsirkan al-Quran. Maka jika
menafsirkan al-Quran tanpa dasar ilmu akan memunculkan pemahaman yang tidak
sejalan dengan Islam, seperti penafsiran liberal bahwa semua agama sama, nikah
beda agama dan sebagainya.
6. Mengingkari al-Hadits sebagai sumber Hukum
6. Mengingkari al-Hadits sebagai sumber Hukum
Sebagaimana firman Allah yang
artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.”. (Q.S. Al-Hasyr: 7)
Ayat
ini menegaskan bahwa Hadis Rasulullah adalah sebuah sumber hukum dalam Islam,
selain itu hadis juga sebagai penjelas dari al-Quran. baik hadis tersebut
diriwayatkan secara massal (mutawatir), atau perorangan (ahad),
dengan catatan hadis tersebut berstatus sahih. sementara hadis dlaif
diperbolehkan dalam hal-hal keutamaan beramal shaleh.
7. Melecehkan/merendahkan nabi
7. Melecehkan/merendahkan nabi
Sebagaimana firman Allah yang
artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan
Rasul-Nya. Allah akan mela`natinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan
baginya siksa yang menghinakan” (al-Ahzab: 57)
8. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir
8. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai Rasul terakhir
Sebagaimana firman Allah yang
artinya: "Muhammad itu sekali-kali
bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu." (Q.S. Al Ahzab : 40)
Juga
Hadis Rasulullah Saw: "Inna ar-risalata wa an-nubuwwata qad inqatha'at fa
la rasula ba'di wa la nabiyya", artinya: “Sesungguhnya Kerasulan dan kenabian sudah terputus, Maka tidak ada
rasul maupun nabi sesudahku” (HR
Turmudzi dan Ahmad)
9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang ditetapkan syari’at
9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang ditetapkan syari’at
Sebagaimana firman Allah yang
artinya: "Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."
(QS Al-Ma’idah: 3)
10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil
10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil
Sebagaimana
sabda Nabi Muhammad Saw: "Idza Kaffara ar-rajulu akhahu fa qad ba'a biha
ahaduhuma", artinya: “Apabila seorang mengkafirkan saudaranya, maka
ucapannya itu benar-benar kembali kepada salah satunya" (HR Bukhari)
Dan
sabda beliau: "Kaffu 'an ahli Lailaha illallah, la tukaffiruhum bi
dzanbin. fa man kaffara ahla Lailaha illallah fa hua ila al-kufri aqrabu",
artinya: “Menghindarlah
dari umat Islam yang mengucapkan kalimat tauhid ‘Tiada Tuhan selain Allah’.
Jangan kau hukumi kafir lantaran mereka melakukan sebuah dosa. Barangsiapa yang
mengkafirkan mereka, maka dia lebih dekat dengan kekufuran” (HR. Thabrani dalam kitab al-Mu’jam
al-Kabir No. 12912 dari Ibnu Umar)
Dampak Aliran Sesat
Munculnya
aliran sesat sangat mengkhawatirkan, mereka sudah pasti dapat merusak Aqidah
/ushulus syari’ah, pelecehan terhadap
agama (pentingnya sholat sebagai tiang agama misalnya), merusak citra Kyai, ulama
dan pondok
pesantren, kemungkinan skenario besar
untuk menghancurkan Islam, melanggar HAM, memicu anarkisme, merusak ukhuwah Islamiyah, menggangu stabilitas dan sebagainya.
Karena faktor-faktor
inilah aliran sesat dan pengikutnya layak untuk diberi hukum sebagai bentuk
penistaan agama seperti dalam KUHP Pasal 156 a. Sebagaimana dahulu Sayidina Abu
Bakar memerangi kelompok Murtad yang keluar dari Islam setelah Rasulullah
wafat, atau memerangi sebagian umat Islam yang tidak mau mengeluarkan zakat.
Dengan ditegakkannya hukum yang yang berlaku inilah, umat Islam akan dengan
tenang menjalankan syariat agamanya.
1 komentar:
Berdasarkan point 10 bearti jelas sudah kalau kelompok salafy adalas Sesat, lagi menyesatkan org awam yang ingin belajar agama dan sdh banyak korbannya.
Silahkan isi komentar yang sopan, dan sesuai dengan konten, dan jangan menyisipkan link aktif maupun non aktif.
EmoticonEmoticon