Ziarah Ke Makam
Rasulullah Saw
(Bekal Bagi Para
Calon Jama’ah Haji )
Moh. Ma'ruf Khozin
(Ketua LBM NU Sby)
Hampir tiba bagi sebagian umat Islam untuk melakukan ibadah haji tahun 2012 ini. Sebagai salah satu bekal pemantapan amaliyah adalah anjuran dan dalil-dalil tentang ziarah ke makam Rasulullah Saw, dan meluruskan pemahaman dalil yang selama ini dijadikan sebagai dalil larangan ziarah ke makam Rasulullah Saw.
Al-Qadhi ‘Iyadh mengatakan di dalam kitabnya, Asy-Syifa
bita’rifi Huquqil Mushthafa (II/83) : “Berziarah ke makam Rasulullah saw
merupakan perilaku kaum muslimin yang sudah disepakati kebolehannya dan
merupakan amal utama yang dianjurkan. Diriwayatkan dengan sanad muttashil
dari Ibnu Umar ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda : "Man zarani
fil madinati muhtasiban kana fi jiwari wa kuntu syafi'an lahu yaumal
qiyamati". Artinya: “Barangsiapa yang menziarahiku di Madinah dengan niat ingin
memperoleh pahala, maka ia berada di dekatku dan aku akan memberinya syafaat
pada hari kiamat”. HR al-Baihaqi sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh
al-'Ajluni dalam Kasyf al-Khafa' II/251
Rasulullah saw
bersabda: "Man zarani ba'da mamati fa ka annama zarani fi hayati". Artinya:
“Siapa saja yang menziarahiku setelah wafatku, seolah-olah ia menziarahiku
semasa hidupku” (HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir No 13314
dan al-Ausath. al-Haitsami berkata: di dalam sanadnya ada Aisyah binti
Yunus. Saya tidak temukan biografinya)
Hanya saja, ada segelintir orang yang melarang ziarah ke makam Rasulullah saw. Mereka menyusun berbagai buku karangan tentang persoalan ini dan berfatwa kepada umat Islam bahwa mengadakan wisata ziarah ke makam beliau saw tidak diperbolehkan, sedangkan wisata ziarah dalam rangka mengunjungi Masjid beliau untuk melakukan shalat di sana diperbolehkan.
Hanya saja, ada segelintir orang yang melarang ziarah ke makam Rasulullah saw. Mereka menyusun berbagai buku karangan tentang persoalan ini dan berfatwa kepada umat Islam bahwa mengadakan wisata ziarah ke makam beliau saw tidak diperbolehkan, sedangkan wisata ziarah dalam rangka mengunjungi Masjid beliau untuk melakukan shalat di sana diperbolehkan.
Dalil satu-satunya
yang mereka tonjolkan pada setiap karya tulis dan fatwa mereka adalah sabda
Rasulullah saw yang artinya: “Janganlah kamu bersusah payah mengadakan
wisata ziarah kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjid-ku ini
(Masjid Nabawi) dan Masjidil Aqsha” (HR
Bukhari, Muslim dan selainnya).
Hadis ini tidak dapat
dijadikan dalil larangan ziarah ke makam
Rasulullah Saw. Hal ini berdasarkan takhsis dari dua hadis. Pertama
riwayat Ahmad (III/471) dari Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Seharusnya bagi pengendara tidak melakukan perjalanan ke suatu masjid
untuk melaksanakan salat disana, selain masjid al-Haram, masjid al-Aqsha dan
masjidku". Al-Hafidz Al-Haitsami berkata: "Di dalam sanadnya terdapat
Syahr bin Hausyab, hadisnya hasan" (Majma' az-Zawaid IV/7).
Al-Hafidz Ibnu Hajar juga menilainya hasan dalam Fathul Bari III/65
Kedua, hadis riwayat
al-Bazzar dari Aisyah, Rasulullah Saw bersabda: "Aku adalah penutup para
Nabi, dan masjidku adalah penutup masjid-masjid para Nabi. Dan yang paling berhak
didatangi adalah masjid al-Haram dan masjidku…." (Baca Majma' az-Zawaid
IV/7 karya al-Hafidz al-Haitsami)
Jika larangan wisata
religi (ziarah) sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadis di atas adalah
bersifat umum, maka akan melahirkan beberapa konsekwensi hukum sebagai berikut sebagaimana yang dijelaskan al-Hafidz Ibnu
Hajar (Fathul
Bari Syarh Sahih al-Bukhari IV/190):
1) Tidak boleh
bepergian di muka bumi dalam rangka ber-i’tibar (belajar), memberi / mencari
nasehat dan sejenisnya. Sementara Allah swt didalam kitab suci-Nya
memerintahkan agar melakukan bepergian semacam ini dan menganjurkannya tidak
hanya dalam satu ayat dari KitabNya.
2) Tidak boleh
bepergian dalam rangka shilaturrahim (menyambung tali persaudaraan),
mengunjungi saudara kita yang jauh tempat tinggalnya, sementara shilaturrahim
sangat dianjurkan dan diperintahkan Allah.
3) Tidak boleh
bepergian dalam rangka melakukan jihad fi sabilillah, berdakwah
menyebarkan syariat Islam, atau menegakkan keadilan di kalangan manusia.
4) Tidak boleh
bepergian dalam rangka berdagang mencari penghidupan dan menyelesaikan urusan
duniawi di manapun tempat di dunia.
5) Tidak boleh
bepergian dalam rangka mengunjungi Rasulullah saw semasa beliau masih hidup.
Padahal, banyak orang yang sengaja datang dari pelosok negeri untuk ziarah
kepada beliau. Rasulullah saw mengingatkan hal ini didalam sabdanya : "Man
hajja fa zara qabri ba'da wafati fa ka annama zarani fi hayati". Artinya:
“Barangsiapa beribadah haji, lalu ia menziarahi makamku setelah wafatku,
seolah-olah ia menziarahiku semasa hidupku”. (HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam
al-Kabir No 13315 dan al-Ausath No 3376. al-Haitsami berkata: di
dalam sanadnya ada Hafs bin Abi Dawud al-Qari', ia dinilai terpercaya oleh
Ahmad dan dinilai dlaif oleh imam yang lain)
6) Para ulama sejak
generasi pertama Islam sampai sekarang ini tentu patut dipersalahkan,
disebabkan mereka menuliskan beberapa bab dan fasal dalam
kitab-kitab mereka tentang persoalan menziarahi makam beliau saw disertai
dengan anjuran dan adab sopan santun dalam berziarah.
Sabda
Rasulullah Saw: "Man zara qabri wajabat lahu syafaati". Artinya: “Barangsiapa
yang menziarahiku, maka ia berhak memperoleh syafaatku” (HR al-Daruquthni
No 2695 dan al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 3862)
Rasulullah saw
bersabda lagi : "Man ja-ani za-iran la yahmiluhu hajatun illa ziyarati
kana haqqan an akuna lahu syafian yaumal qiyamati". Artinya: “Barangsiapa
yang menziarahiku, ia tidak memiliki hajat dan tujuan selain sekedar berziarah,
maka ia berhak untuk aku beri syafaat pada hari kiamat”. (HR al-Thabrani
dalam al-Mu'jam al-Ausath No 4546 dan al-Kabir No 12971.
al-Haitsami berkata: di dalam sanadnya ada Maslamah bin Salim, ia dlaif).
Orang yang menyuruh
manusia agar tidak menziarahi pemuka dan pensuci seluruh makhluk, yakni Rasulullah saw, sebenarnya tidak menyadari,
bahwa apa yang ia lakukan tersebut
merupakan usaha menghalangi antara hamba Allah (manusia) dan rahmat-Nya,
disebabkan Rasulullah saw merupakan pembawa rahmat bagi makhluk seluruh
alam. Hal ini bertentangan dengan sabda Beliau : "Man hajja wa lam yazurni
fa qad jafani". Artinya: “Barangsiapa yang berhajji dan ia tidak
menziarahiku, ia benar-benar berpaling dariku”. (HR Ibnu Hibban dalam
adl-Dlu'afa' III/73. Al-Hafidz as-Suyuthi berkata: "Ibnu al-Jauzi
memasukkannya dalam kitab al-Maudlu'at (kumpulan hadis palsu). Hal ini tidak
benar" (al-Jami' al-Kabir No 4728)
Beliau saw bersabda
lagi : "Ma min ahadin min ummati lahu sa'atun tsumma lam yazurni fa laisa
lahu 'udzrun" Artinya: “Tiada seorang pun dari umatku yang memiliki
kesempatan (tersedianya dana, tenaga, dll) kemudian ia tidak menziarahiku, maka
tidak ada alasan baginya (untuk menghindar)”. (HR Ibnu an-Najjar dalam Tarikh
al-Madinah dari Anas (al-Mughni / Takhrij Ahadits Ihya Ulumiddin, al-Hafidz
al-Iraqi I/210)
Para ulama ahli
hadis, seperti al-Hafidz Ibnu Hajar, al-Hafidz adz-Dzahabi, al-Hafidz
as-Suyuthi, as-Subki dan lainnya sepakat bahwa secara keseluruhan hadis yang
ada di atas adalah dalil dan hujjah dianjurkannya berziarah ke makam Rasulullah
Saw.
Hadis-hadis tersebut membuat orang beriman yang pernah mendengarnya merasa tidak tenang hatinya, sehingga ia diberi kesempatan untuk sowan (bertemu, berziarah) langsung di hadapan Rasulullah saw. Dan membuat orang yang beriman merasa takut bila tidak beziarah. Dan memang benar, orang-orang sejak zaman Rasulullah hidup sampai zaman kita sekarang ini belum pernah melihat dan mendengar seseorang yang menentang perintah menziarahi beliau saw, selain seorang lelaki yang bernama Ibnu Taimiyah beserta segelintir orang yang tertipu dengan pendapatnya sejak masa itu sampai sekarang. al-Hafidz Ibnu Hajar menilai bahwa hal ini salah satu pendapat Ibnu Taimiyah yang paling buruk dan kontroversial. Jumlah mereka tidak banyak dan dapat dihitung dengan jari, bila dibanding dengan ratusan juta jamaah haji. Ziarah ini dilakukan sesudah menunaikan ibadah haji yang merupakan salah satu rukun Islam.
Hadis-hadis tersebut membuat orang beriman yang pernah mendengarnya merasa tidak tenang hatinya, sehingga ia diberi kesempatan untuk sowan (bertemu, berziarah) langsung di hadapan Rasulullah saw. Dan membuat orang yang beriman merasa takut bila tidak beziarah. Dan memang benar, orang-orang sejak zaman Rasulullah hidup sampai zaman kita sekarang ini belum pernah melihat dan mendengar seseorang yang menentang perintah menziarahi beliau saw, selain seorang lelaki yang bernama Ibnu Taimiyah beserta segelintir orang yang tertipu dengan pendapatnya sejak masa itu sampai sekarang. al-Hafidz Ibnu Hajar menilai bahwa hal ini salah satu pendapat Ibnu Taimiyah yang paling buruk dan kontroversial. Jumlah mereka tidak banyak dan dapat dihitung dengan jari, bila dibanding dengan ratusan juta jamaah haji. Ziarah ini dilakukan sesudah menunaikan ibadah haji yang merupakan salah satu rukun Islam.
Silahkan isi komentar yang sopan, dan sesuai dengan konten, dan jangan menyisipkan link aktif maupun non aktif.
EmoticonEmoticon