Mengamalkan
Hadis Dlaif
Kami mohon penjelasan yang
kongkrit mengenai hadis dlaif dan hukum mengamalkannya. Sebab kami sering
mendapatkan teguran dari teman-teman kami, bahwa apa yang telah kami lakukan
konon bersumber dari hadis yang dlaif dan tidak boleh dilakukan, seperti talqin
mayit dan sebagainya. Benarkah hal itu? Ahmad Syukron, Sby.
Jawaban:
Saat ini sedang marak
kelompok tertentu yang tidak mau mengamalkan hadis dlaif, padahal sejak dahulu
para ulama ahli hadis menerima hadis dlaif untuk diamalkan dalam masalah
keutamaan amal.
Sebuah hadis dikategorikan
menjadi dlaif dikarenakan dua factor, yaitu dakhili / internal, kedlaifan dalam
diri perawi (seperti lemah ingatannya, tidak diketahui perilaku dan sebagainya)
atau factor khoriji / eksternal, berupa terputusnya sanad (mata rantai para
perawi yang menghubungkan hadis sampai pada Nabi Saw).
Ahli hadis Ibnu Hajar
mengutip pendapat ulama yang telah dijadikan kesepakatan, yaitu:
ويحكى عن عبد الرحمن بن مهدى انه قال : اذا روينا فى الثواب
والعقاب وفضائل الاعمال تساهلنا فى الاسانيد وتسامحنا فى الرجال . واذا روينا فى
الحلال والحرام والاحكام تشددنا فى الاسانيد وانتقدنا فى الرجال (دلائل النبوة للبيهقى 1 - 34)
“Imam
Ahmad dan Imam yang lain (seperti Ibnu Mubarak) berkata: Jika kami meriwayatkan
hadis tentang halal-haram (hukum), maka kami sangat selektif (dalam hal sanad),
dan jika kami meriwayatkan hadis yang berkaitan dengan keutamaan-keutamaan,
maka kami tidak begitu selektif (tetapi tidak sampai pada taraf hadis palsu)”
(Ibnu Hajar, al Qaul al Musaddad I/11, dan al Baihaqi, Dalail an Nubuwwah I/34)
Namun
beberapa syarat dalam mengamalkan hadis dlaif.
وشرط جواز العمل به: أن لا يشتد ضعفه، بأن لا يخلو طريق من طرقه
من كذاب أو متهم بالكذب، وأن يكون داخلاً تحت: أصل كلي، كما إذا ورد حديث ضعيف بصلاة
ركعتين بعد الزوال مثلاً، فإنه يعمل به لدخوله تحت أصلي كلي؛ وهو قوله صلى الله عليه
وسلم: " الصلاة خير موضوع، فمن استطاع أن يستكثر فليستكثر " . رواه الطبراني
في الأوسط عن أبي هريرة، أي خير شيء وضعه الله تعالى " ومع هذا " أي ما ذكر
من جواز العمل به (شرح الأربعين النووية في الأحاديث الصحيحة النبوية لابن
دقيق العيد - ج 1 / ص 4)
“1.
bukan hadis yang sangat dlaif .2. Memiliki kesesuaian dengan dalil yang lain
(tidak bertentangan dengan dalil lain)”
Ulama
yang lain menambahkan syarat lain: “3. Terkait dengan keutamaan ibadah (bukan
masalah hukum). 4. Dilakukan dalam rangka ihtiyath (berhati-hati). Jika semua
syarat terpenuhi maka boleh mengamalkan hadis dlaif.
Silahkan isi komentar yang sopan, dan sesuai dengan konten, dan jangan menyisipkan link aktif maupun non aktif.
EmoticonEmoticon